22 Maret 2010

Datok Sangge Parang ( serial dari Tan Nunggal )

Konon yang empunya cerita ,menceritakan bahwa Tan Nunggal setelah menguburkan anaknya hidup-hidup itu menimbulkan rasa penyesalan yang sangat mendalam .Ia banyak banyak bermurung diri dan selalu uring-uringan .Sukke nak ngangat, cepat marah , seolah darahnya mendidih dan tidak bisa menahan diri .Kemarahannya seolah-olah mengeluarkan api siapa saja yang berada didekatnya pasti kannak sambur walaupun bininye sorang .ndak peduli siang, malam, subuh, dinihari, pokoknye waktu adalah untuk marah .

Pada suatu ketika istrinya mulai ngidam agek yaitu anaknye yang ketiga setelah Bujang Nadi , Dare Nandung ingin makan rujak dari buah asam bacang .Lalu diirislah asam iye kacik-kacik, seperti irisan untuk kerabu , pakai cabek peranggi , garam dan gule secukupnye diberi santan sedikit lalu diaduk sampai rate ( istilah kamek digaulkan ) .Pembace boleh juak incobenye bagaimane rase rujak yang dibuat bini Tan Nunggal tinggal carek jak bahannye. Sebelum selesai mengiris asam bacang tersebut Tan Nunggal pun memanggilnya sambil marah-marah suaranya menggelegar macam nak lentar ( petir ) . Dengan tergopoh-gopoh istrinya memotong asam bacang tadi , sehingga terpotong ujung jari kirinya dan darahpun mengucur dengan derasnya . Saking banyaknya darah yang mengalir ada yang masuk mengenai kerabu asam bacang tersebut .Tan Nunggal pergi menyusul kedapur karena isterinya belum muncul. Sambil marah ia mendekati isterinya yang sedang membuat rujak lalu iapun tertarik untuk mencicipinya dan menimbulkan selera makannya yang sekian lama hilang setelah menguburkan anaknya hidup-hidup . Dan iapun makan rujak dengan lahapnya sambil berteriak-teriak “nyaman-nyaman” kemudian tertawa terbahak – bahak .Ia bertanya siapa yang membuatnya marahnyapun hilang dan sorenya ia minta dibuatkan lagi agar marahnya hilang . Semalam –malaman marahnya tak kunjung hilang karena yang mebuat rujak tidak pakai darah manusia karena dibuat oleh dayang-dayang istana saja . Besok harinya isterinya membuat rujak lagi ,tentu dengan darah bekas luka yang kemarin dan Tan Nunggal merasakan kenikmatan yang kemarin dirasakannya .Isterinya merasa sedih karena Tan Nunggal sudah mulai makan darah manusia dasar hantu laut sumpah isterinya .

Berkali-kali Tan Nunggal minta dibuatkan rujak tersebut ,setiap kali membuat rujak tentu darahnyapun diperas sehingga ia menjadi kurus kering sedangkan ianya juga sudah pengaddangan ( hamil tua ) ,pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan yang akan terjadi nanti yaitu bencana yang lebih besar. Tan Nunggal sudah mulai menghisap darah diketahui dari giginya yang tunggal itu mulai tumbuh menjadi semakin panjang yaitu bagian taringnya Matanya mulai memerah seperti buah Sage ( yaitu sejenis buah hutan yang warnanya merah )
Hal ini telah diketahui oleh penjaga istana serta dayang-dayang pengasuh .Habis darah isterinya lalu beralih kepada dayang-dayng. Satu persatu dayangnya mati kehabisan darah. Menteri serta pengawal berkeluh kesah.






Hal ini masih dirahasiakan karena permaisuri masih mengandung ,pernah disarankan oleh isterinya agar ia berhenti menghirup darah tetapi Tan Nunggal berdalih bahwa hal tersebut ia lakukan agar tidak marah-marah .Isterinya menjadi sangat sedih ,ini adalah raja yang sangat kejam mengubur anaknya hidup-hidup dan kini mengisap darah manusia lagi. Dengan kesedihan itu genaplah permaisuri mengandung sembilan bulan sepuluh hari maka lahirlah seorang bayi dengan selamat dan ibunya meninggal setelah ia dilahirkan .

Anak itu diasuh oleh dayang istana dan diberi nama dengan “Sangge Parang “ia tumbuh dengan cepat melebihi anak-anak seusianya ,badannya tegap dan kekar . Sampai pada usia akil –baligh ia minta disunat dan keinginannya pun dikabulkan .Beberapa bilal (menteri sunat zaman dolok) didatangkan untuk mengkhitan anak tersebut , namun tiada seorangpun bilal yang mampu untuk memotong kullup (ujung kulit dari buah zakar ) anak itu. Ternyata anak itu tidak mempan oleh pisau yang amat tajam sekalipun .Akhirnya ada yang menggunakan parang, kelewang, bahkan kapak yang ujung kullupnya diletakan diatas bandol belian .
Bandol = adalah alas dari kayu ,biasanya digunakan untuk memotong daging sapi /benda keras
Belian = adalah kayu besi / ulin .
Namun demikian ,semuanya itu gagal dilakukan ternyata anaknya kabbal ( tidak luka terhadap senjata tajam apapun ).Sampai dengan dewasa ia tidak dapat untuk disunat maka orang-orangpun memanggilnya dengan datok Kullup .Kalau ia mendengar panggilan itu ia menjadi marah sebab itu ia tidak mahu keluar rumah karena malu kepada orang-orang .Dengan demikian ia dibuatkan sebuah taman yang indah dekat Istana. Setiap pagi ia bermain disana sambil menikmati kesegaran udaranya dan mendengarkan bunyi burung –burung yang berkicau. Diantara burung yang berkicau itu ada yang namanya burung kallak (sejenis cicak rowo) yang bunyinya menyerupai perkataan “kullub-kullub “ yang seolah-olah mengejek nya Tanpa pikir panjang lagi ia berusaha menangkap burung tersaebut dan memburunya sampai dibukit Piantus . Konon kabarnya jalan yang dilalui oleh datok Sangge Parang ketika mengejar burung tersebut menjadi sungai yang mengalir didekat bukit Piantus di Kecamatan Sejangkung. Datok Sangge Parang memiliki postur tubuh yang kekar dan tegap melebihi ayahnya Tan Nunggal giginya lengkap sebagaimana orang kebanyakan ,tingginya kuarang lebih dua setengah haste ( bahase kin nittok adalah meter )

Setelah sampai dibukit piantus, ia enggan untuk kembali ke Istana, dia lebih menyenangi tinggal dibukit Piantus di kecamatan Sejangkung sekarang .Tempat datok Sangge Parang terjatuh yaitu bekas lutut dan kakinya sampai sekarang masih dapat anda saksikan disana Tempat ini biasanya ramai dikunjugi oleh muda-mudi dari daerah sekitarnya terutama pada hari raya ataupun pada waktu liburan sekolah .Datok Sangge Parang tinggal dan wafat disini dan makamnya dapat anda saksikan disana didaerah sejangkung .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tolong berikan komentar anda di sini